Image

Halip Telah Mati

Published on
·
Reading time
Dibaca 3 menit
Authors

Itulah yang akan dikatakan oleh seseorang pada suatu hari nanti.

Ini bukan sebuah tulisan keputus-asaan hidup. Bukan pula karena ada niat untuk mengakhiri hidup. Bukan sama sekali.

Saat menulis ini, saya dalam keadaan sehat. Dikelilingi begitu banyak nikmat Tuhan yang Maha Pengasih yang tak henti-hati. Segala pujian bagi-Nya, Tuhan yang Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.


Halip telah mati.

Pada suatu hari nanti, itulah yang akan diucapkan atau didengar, oleh orang yang mengenal, dan memiliki umur lebih panjang dari saya.

Pada suatu hari nanti, saya akan menepati janji yang telah saya buat dengan Tuhan, sewaktu saya akan lahir ke dunia. Bahwa usia saya akan habis pada hari dan jam yang telah disepakati. Tidak terlambat atau tidak terlalu cepat sedetik pun.

Bukan keputus-asaan, tapi justru inilah yang membuat saya lebih memaknai inci demi inci dari hidup. Saya tidak ingin mati begitu saja tanpa meninggalkan apa pun.

Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja. — Buya Hamka

Saya ingin hidup lebih dari sekadar hidup, mewakafkan diri untuk kebermanfaatan.


Perkataan tersebut sebenarnya bukan milik saya, itu adalah apa yang pernah dikatakan oleh Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, yang dikutip oleh Ustadz Aan Candra Talib hafizhahullah,

Khalifah Umar bin Khattab pernah mengatakan, “Setiap hari ada orang yang berkata, ‘Si fulan telah mati dan si fulan telah mati.’ Akan ada suatu hari di mana orang akan berkata, ‘Umar telah mati.’”

Kutipan itulah yang kemudian saya letakkan di bio akun sosial media.

Tertulis yang terlintas, agar tak terlupakan. Sampai suatu hari ada yang berkata, Halip telah mati.


Keyakinan bahwa suatu hari nanti saya akan mati, itulah yang menggerakkan saya untuk meninggalkan jejak. Baik itu dengan menulis apa yang saya rasakan atau membagikan apa yang saya pikirkan. Merekam kejadian yang terjadi di depan mata. Setidaknya, itulah prasasti yang bisa tertinggal saat jasad saya telah terkubur di bawah tanah.

Saya ingin abadi sebagaimana Pak Sapardi. Dan beliau sendiri telah menepati sajaknya.

pada suatu hari nanti jasadku tak akan ada lagi tapi dalam bait-bait sajak ini kau takkan kurelakan sendiri pada suatu hari nanti suaraku tak terdengar lagi tapi di antara larik-larik sajak ini kau akan tetap kusiasati pada suatu hari nanti impianku pun tak dikenal lagi namun di sela-sela huruf sajak ini kau takkan letih-letihnya kucari

Pak Sapardi Djoko Damono telah tiada, tapi beliau abadi dalam tiap rintik Hujan Bulan Juni.


Saya tidak memiliki banyak ambisi banyak dalam hidup, selain kebermanfaatan. Halip tidak akan hidup 100 tahun lagi, tapi saya berharap kebaikan-kebaikan yang pernah saya lakukan akan berbiak dan bernilai di sisi Tuhan yang Maha Pengasih pada hamba-hamba-Nya.

Pada akhir cerita, saya hanya meminta pada Tuhan, agar Tuhan mewafatkan saya ketika sedang memberi kebermanfaatan untuk hamba-hamba-Nya.

Saya meyakini bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, sementara sesembahan-sesembahan apa pun selain Allah adalah batil. Dan saya meyakini bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam adalah seorang utusan Allah.


Selesai ditulis di Pangkep, 20 September 2022 8:19 PM.